Sempat nonton sepotong acara F2F yang dibawakan Desi Anwar (versi bahasa
Inggris). Ketertarikan seorang pemuda Perancis akan dedikasinya untuk
menyelamatkan siamang/gibbon. Panggilannya adalah Chanee yang sudah 14 tahun di
Indonesia (tepatnya di borneo) saking cintanya dengan siamang dan Borneo dia
memutuskan untuk mengajukan kewarganegaraan Indonesia. Dan rupanya disetujui
oleh pemerintah (kalau tidak kok ya kebangeten lha wong di Indonesia sendiri
jarang lho yang mau ngurusi siamang. Bahkan dalam diskusi terakhir, Desi
mengajak ngobrol dengan bahasa Indonesia dan ternyata sudah sangat lancar
berbahasa Indonesia.
Penguasaan bahasa ini penting bagi Chanee saat bersosialisasi dan interaksi
dengan masyarakat Indonesia tentang penyelamatan siamang. Seperti tidak sedang
melakukan suatu proyek, Chanee yang sudah menikah dengan wanita Indonesia dan
dikaruniai 2 orang anak, terlihat sangat total mendalami profesinya. Bagi saya
harapan dia merupakan salah satu visi dalam hidup seorang yang cukup luar biasa.
Dia berharap bahwa siamang yang sekarang di instalasi rehabilitasi bisa semua
kembali ke hutan (walau hutannya sudah banyak yang berubah menjadi kebun sawit),
dia juga berharap ada yang terus-menerus memperhatikan keberadaan siamang yang
bisa hidup normal di hutan. Proyek yang dia sedang tangani adalah Kalaweit
.
Disamping setiap hari melakukan kontrol kondisi dan kesehatan siamang,
Chanee juga bekerja sama dengan semacam jagawana untuk patroli sambil terus
melakukan sosialisasi. Terutama diwilayah hutan konservasi dan wilayah hidup
siamang. Dibantu oleh beberapa pemuda Indonesia dia lakukan tugas ini sebagai
panggilan jiwa. Tidak jarang dalam aksinya, dia harus menerangkan kepada
masyarakat yang memasang jebakan untuk hewan-hewan yang dilindungi, pertambangan
masyarakat diwilayah hutan lindung dan lain-lain tantangan lapang.
Saat ini ada sekitar 114 siamang yang terdapat di hutan kalimantan, bukan
jumlah yang besar untuk potensi yang terdapat di Indonesia. Karena masih ada
lagi hutan-hutan yang cocok untuk siamang seperti Sumatera, Sulawesi dan Papua.
Satu hal catatan bagi saya setelah akhir acara adalah komitmen dan
sungguh-sungguh. Selamat bekerja Chanee, semoga karyamu dan semua yang terlibat
memberikan manfaat bagi banyak pihak.
Sumber info tambahan :
The Kalaweit project was the visionary
dream of Aurélien Brulé, a.k.a. “Chanee”, who one day decided to devote his life
to saving the gibbon, a small tree-dwelling monkey of Asia, along with its
habitat. After roaming Thailand for many months, the young Aurélien, then barely
18, set up shop in Borneo, on the shores of Hampapak Lake, where he established
an ambitious rehabilitation program for gibbons that were wounded, orphaned or
held in captivity by individuals. His goal: return them to the wild. Baby
gibbons, while highly prized as family pets, become aggressive when they reach
sexual maturity, and owners have no choice but to abandon or even kill them. At
the Kalaweit sites in Borneo and Sumatra, the gibbons are placed in enormous
aviaries, where they relearn survival in the wild, the life of a true gibbon!
Following rehabilitation, the monkeys ready to leave are released on Mintin
Island, a protected nature reserve. To date, four gibbons in Borneo and two
siamangs in Sumatra have returned to the forest, thanks to the hard work and
passion of the Kalaweit team, consisting primarily of Indonesians. Kalaweit
today takes care of 160 gibbons in Borneo and 140 gibbons and siamangs in
Sumatra. Chanee would now like to continue Kalaweit’s mission in Bangladesh,
where gibbons are also in dire need of protection.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar